Asuhan Keperawatan Glaukoma

Askep Glaukoma


Pengkajian

Riwayat atau adanya faktor-faktor resiko :
Riwayat keluarga positif ( diyakini berhubungan dengan glaucoma sudut terbuka primer )
Tumor mata
Hemoragi intraokuler
Inflamasi intraokuler uveiti )
Kontusio mata dari trauma.

Pemeriksanan fisik berdasrkan pengkajian umum pada mata dapat menunjukan :
Untuk sudut terbuka primer
Melaporkan kehilangan penglihatan perifer lambat ( melihat terowongan )
Untuk sudut tertutup primer :
Kejadian tiba-tiba dari nyeri berat pada mata sering disertai dengan sakit kepala , mual dan muntah.
Keluhan -keluhan sinar halo, penglihatan kabur, dan enurunan persepsi sinar.
Pupil terfiksasi secara sedang dengan sclera kemerahan karena radang dan kornea tampak berawan.



Pemeriksaan Diagnostik
Tonometri digunakan untuk mengukur Tekanan intra Okular. Glaukoma dicurigai bila TIO lebih besar dari 22 mmHg.
Gonioskopi memungkinkan melihat secara langsung ruang anterior untuk membedakan antara glaucoma sudut tertutup dan glaucoma sudut terbuka.
Optalmoskopi memungkinkan pemeriksa melihat secara langsung discus optic dan struktur mata internal.

Kaji pemahaman klien tentang kondisi dan respons emosional terhadap kondisi dan rencana tindakan.


Diagnosa Keperawatan

Nyeri berhubungan dengan spasme , tekanan intra ookuler, glaucoma akut.

Ditandai dengan klien mengungkapkan rasa nyeri pada mata, klien melindungi sisi yang nyeri, mengerutkan dahi dan merintih.
Kriteria evaluasi : mendemonstrasikan berkurangnya ketidaknyamanan, menyatakan nyeri hilang / berkurang, ekspresi wajah rileks, tak ada merintih.

Rencana Perawatan :
Pantau TD, nadi, dan Respirasi tiap 4 jam .
Pantau derajat nyeri mata tiap 30 menit selama fase akut.
Pantau masukan dan haluaran tiap 8 jam saat menerima agen osmotic intravena.
Pantau ketajaman penglihatan setiap waktu sebelum penetesan agen oftalmik yang diintruksikan . Tanyakan bila obyek bersih atau kabur.

Berikan agen optalmik yang diinstruksikan untuk glaucoma. Informasikan ke dokter jika :
hipotensi
haluaran urinarius kurang dari 240 ml / jam
Tak hilangnya nyeri pada mata dalam 30 menit terapi obat
Penurunan terus-menerus ketajaman penglihatan.
Siapkan klien untuk tindakan pembedahan
Pertahankan tirah baring pada posisi semi fowler. Cegah peningkatan TIO :
Anjurkan klien untuk menghindari batuk, bersin, mengejan, atau menempatkan kepala dibawah panggul
Berikan lingkungan tenang dan hindari cahaya.

Berikan anlgesik yang diresepkan dan evaluasi keefektifannya.
Source : http://www.allaboutvision.com/conditions/glaucoma-3-treatment.htm


Asuhan keperawatan pada MIGRAIN

Disfungsi autonomik pembuluh darah dikulit kepala mengakibatkan tumbuhnya nyeri kepala yang dikenal sebagai migren. Sebenarnya mekanisme migren belum semuanya jelas. Tetapi banyak faktor – faktor yang menungkapkan bahwa prodram dini dari migraine pasti terkait pada vaso konstriksi arteri intra kranial.
Gejala yang khas pada tahap dini ialah timbulnya skotoma dan wajah yang pucat. Prodrom itu disusul dengan timbulnya nyeri kepala sesisi dan wajah menjadi merah. Tidak lama kemudian timbul muntah – muntah, edema selaput lendir hidung, jari – jari tangan dan kaki.
Gejala tersebut dianggap sebagai manifestasi tahap vasodolatasi arteri ekstra kranial.
Apa yang menyebabkan disfungsi pembuluh darah masih belum diketahui, tetapi mungkin sekali suatu gangguan bawaan, karena faktor familial dan hereditas jelas ada pada migraine. ( Prof Dr. Mahar Mardjono, Neurologi klinis )
Diantara sekian banyak jenis nyeri kepala, migraine merupakan jenis yang paling banyak diteliti dan dibicarakan, disamping penyebab yang masih misteri, maka insidennya yang cukup banyak mendorong para ahli untuk menelitinya.
Aretaeusi ( 80 AD ) merupakan salah seorang peneliti nyeri kepala pada zamannya dan dialah yang pertama menguraikan gejala nyeri kepala yang mempunyai profile khas. Ia memperkenalkan jenis ini dengan nama “ HETEROCRANIA “ yang berarti nyeri kepala.
Oleh Galen 50 tahun kemudian diubah menjadi “ HEMICRANIA “ dan kemudian para ahli dari prancis mengubahnya lagi kedalam bahasa mereka sebagai “ MEGRIM “ untuk jelasnya kata – katanya menjadi “ MIGRAINE “ ( Dr. Sidiarto. K )





A. ANXIETAS / CEMAS
Pengertian
Cemas atau anxietas merupakan suatu perasaan khawatir yang samar – samar sumbernya, seringkali tidak spesifik atau tidak diketahui oleh individu tersebut.
Anxietas adalah perasaan / respon emosional terhadap penilaian, perasaan tidak pasti dan tidak berdaya ( Stuart dan Sundeen, 1988 ). Keadaan emosi dialami secara objektif dan dikomunikasikan dalam hubungan interpersonal. Anxietas adalah respon emosional terhadap penilaian dalam kehidupan sehari – hari. Anxietas menggambarkan keadaan khawatir, gelisah, takut, tidak tentram disertai berbagai kekuhan fisik.

FAKTOR PREDISPOSISI
1. TEORI PSIKO ANALITIK
Menurut Freud, Struktur kepribadian terdiri dari 3 elemen yaitu “ ID, EGO, & SUPER EGO “. Ego melambangkan dorongan insting dan impuls primiti, Super Ego mencerminkan hati nurani seseorang dan dikendalikan oleh norma – norma budaya seseorang. Sedangkan Ego diagambarkan sebagai mediator antara tuntutan dari ID & Super Ego.

2. TEORI INTERPERSONAL
Anxietas terjadi dari ketakutan akan penolakan interpersonal. Hal ini juga dihubungkan dengan trauma pada masa pertumbuhan, seperti kehilangan, perpisahan individu yang mempunyai harga diri rendah biasanya sangat mudah mengalami anxietas yang berat.

3. TEORI PERILAKU
Ansietas merupakan hasil frusatasi dari segala sesuatu yang mengganggu kemampuan seseorang untuk mencapai tujuan yang diinginkan.
Teori ini meyakini bahwa manusia yang pada awal kehidupannya dihadapkan pada rasa takut yang berlebihan akan menunjukkan kemungkinan ansietas yang berat pada kehidupan pada masa dewasanya.

• Ansietas Ringan
Ansietas ringan Berhubungan dengan ketegangan akan peristiwa kehidupan sehari –hari. Pada tingkat ini lahan persepsi melebar dan individu akan berhati – hati dan waspada.

Respon Fisiologis
- Sesekali nafas pendek
- Nada dan tekanan darah naik
- Gejala ringan pada lambung
- Muka berkerut dan bibir bergetar

Respon Kognitif
- Mampu menerima rangsang yang kompleks
- Konsentrasi pada masalah
- Menyelesaikan masalah secara efektif

Respon Perilaku dan Emosi
- Tidak dapat duduk tenang
- Tremor halus pada tangan
- Suara kadang – kadang meninggi

• Ansietas sedang
Pada tingkat ini lahan persepsi terhadap lingkungan menurun, individu lebih memfokuskan pada hal penting saat itu dan mengesampingkan hal lain.



Respon fisiologik
- Sering nafas pendek
- Nadi dan tekanan darah naik
- Mulut kering
- Anorexia
- Diare / konstipasi
- Gelisah
Respon kognitif
- Lapang persepsi menyempit
- Rangsang luar tidak mampu diterima
- Berfokus pada apa yang menjadi perhatiannya
Respon perilaku dan emosi
- Gerakan tersentak – sentak / meremas tangan
- Bicara banyak dan lebih cepat
- Susah tidur
- Perasaan tidak aman

• Ansietas Berat
Pada ansietas berat lahan persepsi menjadi sangat sempit kemudian tidak mampu berfikir.

STRESSOR PENCETUS
Stressor pencetus mungkin berasal dari sumber internal atau eksternal. Stressor pencetus dapat dikelompokkan dalam dua kategori :
1. Ancaman terhadap integritas seseorang meliputi ketidak mampuan fisiologis yang akan datang atau menurunnya kapasitas untuk melakukan aktifitas hidup sehari – hari
2. Ancaman terhadap sistem diri seseorang dapat membahayakan identitas, harga diri dan fungsi sosial yang terintegrasi seseorang.
( Stuart dan Sundeen)

GAMBARAN KLINIS
Sensori kecemasan sering dialami oleh hampir semua manusia. Perasaan tersebut ditandai oleh rasa ketakutan yang difus, tidak menyenangkan dan samar – samar, seringkali disertai oleh gejala otonomik, seperti nyeri kepala, berkeringat, palpitasi, kekakuan pada dada dan gangguan lambung ringan.
Seseorang yang cemas mungkin juga merasa gelisah, seperti yang dinyatakan oleh ketidak mampuan untuk duduk dan berdiri lama.
Kumpulan gejala tertentu yang ditemukan selama kecemasan cenderung bervariasi dari orang ke orang.
( Kaplan dan Sadock, ed 7 )

• MIGRAINE
Migraine adalah nyeri kepala rekuren, idiopatik, yang bermanifestasi sebagai serangan – serangan yang berlangsung antara 4 – 72 jam. Ciri – ciri nyeri kepala yang khas besifat unilateral, berdenyut – denyut, dengan intensitas nyeri dari sedang hingga berat dan diperburuk oleh aktifitas fisik rutin dengan fotofobia atau fonofobia.

ETHIOLOGI
Lokasi nyeri kebanyakan sesisi, tetapi dapat pula seluruh kepala, dan yang paling sering didaerah pelipis, temporal, dapat pula di frontal dan oksipital.
Dapat pula nyeri dimulai dari temporal atau oksipital kemudian menjalar ke daerah lain atau seluruh kepala.
( Dr. Sidiarto. M, Nyeri Kepala menahun )

PATHOGENESIS
Biarpun migraine sudah dikenal sejak lama, tidak banyak yang diketahui tentang pathogenesisnya.
Kemajuan teknologi telah berubah banyak, sehingga salam abad terakhir ini banyak diketahui hal – hal yang terjadi disekitar dan selama serangan migraine.
Ada dua pendapat yaitu pengamat kelompok teori vasogen yang beranggapan bahwa serangan migraine disebabkan oleh perubahan aliran darah dikepala, sedangkan pengamat teori neurogen beranggapan bahwa perubahan primer pada serangan migraine terjadi pada jaringan otot sendiri.

KLASIFIKASI MIGRAINE
Klasifikasi migraine yang digunakan sekarang adalah klasifikasi yang dikeluarkan oleh “ International Headache Society “ ( HIS 1988 ), yaitu :
1. Migraine
a. Migraine tanpa aura ( migraine without aura )
Sebelum disebut mgraine umum atau hemi krania simplek
Deskripsinya adalah nyeri kepala idioplastik berulang dengan lama serangan 4 jam sampai 72 jam. Karakteristik yang khas berupa lokasi unilateral, kualitas berdenyut.
b. Migraine dengan aura ( migraine with aura )
Sebelum disebut dengan migraine klasik, migraine oftalmik, migraine hemiplegi, migraine afasia, migraine komplikata.
Deskripsinya adalah kelainan idioplastik yang berulang, lokasi di cortek cerebra atau batang otak, timbul secara bertahap dalam waktu 5 – 20 menit.
c. Migraine oftalmoplegi ( oftalmoplegie migraine )
Adalah serangan nyeri kepala berulang disertai paresis satu atau lebih dari syaraf kranials untuk mata, tanpa adanya lwsi intra kranial.
d. Migraine Retina.
Adalah serangan skotoma atau buta monokuler yang berulang yang berlangsung kurang dari 1 jam dengan atau tanpa nyeri.


HUBUNGAN ANTARA KECEMASAN DENGAN MIGRAINE

Sudah lebih dari 100 tahun hubungan antara faktor psikologik dan nyeri kepala diteliti.
Faktor emosional sering kali mencetuskan nyeri kepala terutama migraine. Tiga type dari nyeri kepala yang palingsering dihubungkan dengan fakktor psikologik adalah migraine lebih banyak dipelajari secara intensive dibandingkan daripada bentuk – bentuk lainnya.
Biasanya penderita migraine mempunyai kepribadian yang spesifik ( perfek, ambisius, kaku ) sebagai suatu kelompok, pasien dengan migraine biasanya intelegen dan perfeksionis dan mereka adalah orang yang berkemampuan menghadapi krisis sehari – hari. Namun dalam adaptasi terhadap perubahan hidup seperti masa remaja, menstruasi, perpisahan dari keluarga dan rumah, ganti pekerjaan, perkawinan , peran sebagai orang tua, atau mendapat kedudukan tinggi, ternyata kemampuan untuk mengatasi masalah yang biasanya baik, menjadi kurang baik dan oleh sebab iu serangan nyeri kepala lalu timbul.

KERANGKA TEORI DAN KONSEP

Keterangan
1. Cemas banyak dijumpai pada penderita migraine
2. Ada hubungan antara derajat intensitas sakit dengan beratnya cemas akibat migraine
3. Ada hubungan antara lamanya sakit dangan beratnya cemas pada penderita migraine

MEKANISME KOPING
Ketika mengalami cemas, individu menggunakan berbagai mekanisme koping untuk mencoba mengatasinya dan ketidakmampuan mengatasi cemas secara konstruktif merupakan penyebab utama terjadinya perilaku paologis, pola yang cenderung digunakan seseorang untuk mengatasi cemas ringan cenderung tetap dominasi ketika cemas menghebat. Cemas tingkat ringan sering ditanggulangi tanpa pemikiran yang serius.
Tingkat cemas sedang dan berat menimbulkan dua jenis mekanisme koping :
1. Reaksi yang beroreantasi pada tugas yaitu upaya yang disadari dan beroreantasi pada tindakan untuk memenuhi secara reakstik tuntutan situasi stress.
- Perilaku menyerang digunakan untuk mengubah atau mengatasi hambatan pemenuhan kebutuhan
- Perilaku menarik diri digunakan baik secara fisik maupun psikologik untuk memindahkan seseorang dari sumber stress
- Perilaku kompromi digunakan untuk mengubah cara seseorang mengoperasikan , mengganti tujuan atau mengorbankan aspek kebutuhan personal seseorang.
2. Mekanisme pertahanan ego membantu mengatasi cemas ringan dan sedang, jika berlangsung pada tingkat tidak sadar dan melibatkan penipuan diri dan disoreantasi realitas. Maka mekanisme ini dapat merupakan respon mal adaptif terhadap stres.


SUMBER KOPING
Individu dapat mengatasi stres dan cemas dengan menggerakkan sumber koping tersebut sebagai modal ekonomik , kemampuan penyelesaian masalah , dukungan sosial dan keyakinan budaya dapat membantu seseorang mengintegrasikan pengalaman yang menimbulkan stres dan mengadopsi strategi koping yang berhasil

PENGKAJIAN
PERILAKU
Kecemasan dapat diekspresikan secara langsung melalui perubahan fisiologi dan tingkah laku atau secara tidak langsung melalui muculnya gejala atau mekanisme koping sebagai upaya untuk melawan kecemasan
Dampak kecemasan pada respon fisiologis pada kecemasan ringan dan sedang adalah menyangkut kapasitas seseorang, pada kecemasan berat dan panik akan melemahkan atau meningkatkan kapasitas yang berlebihan, respon fisiologis yang berhubungan dengan kecemasan diatur oleh otak melalui sistem saraf autonomic.
Dua jenis respon autonomik adalah sebagai berikut:
1. Respon parasimpatis yang menghemat respon tubuh
2. Respon simpatis yang mengaktifkan respon tubuh.

MASALAH KEPERAWATAN
1. Ansietas
2. Koping individu tidak efektif
3. Gangguan konsep diri
4. Isolasi sosial
5. Gangguan pola tidur



POHON MASALAH

RENTANG RESPON ANSIETAS
Respon adaptif Respon Maladaptif

Antisipasi Ringan Sedang Berat Panik




ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN KECEMASAN

I. Isolasi sosial : Menarik diri Berhubungan dengan konsep diri harga diri
rendah
Tujuan Umum
Klien dapat Berhubungan dengan orang lain secara optimal

Tujuan khusus
a. Klien dapat membina hubungan saling percaya
b. Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dari aspek positif yang dimiliki
c. Klien dapat menilai kemampuan yang dapat digunakan
d. Klien merencanakan dan melakukan kegiatan sesuai dengan kemampuan yang dimiliki
e. Klien dapat memanfaatkan sistem pendukung yang ada.

Intervensi
A.1. Bina hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip komunikasi
Therapeutik
B.1. Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki klien
2. Utamakan memberi pujian yang realistik
C.1. Diskusikan dengan klien kemampuan yang masih dapat digunakan selama
sakit
D.1. Rencanakan bersama klien aktifitas yang dapat digunakan / dilakukan
setiap hari sesuai kemampuan
2. Beri kesempatan kepada klien untuk mencoba kegiatan yang telah
direncanakan
3. Beri pujian atas keberhasilan klien
E.1. Beri pendidikan kesehatan dan bantu keluarga memberikan dukungan
pada klien

II. Gangguan konsep diri : harga diri rendah Berhubungan dengan koping individu tidak efektif
Tujuan umum
Klien dapat memperlihatkan peningakatan harga diri yang dibuktikan dengan mengekspresikan secara verbal aspek – apek positif dirinya. Presisi dimasa lalu dan prospek dimasa yang akan datang.

Tujuan khusus
a. Klien dapat membina hubungan saling percaya
b. Klien dapat meyakini tentang manfaat mekanisme koping yang adaptif

Intervensi
A.1. Bina hubungan saling percaya dengan prinsip komunikasi therapeutik
B.1. Gali mekanisme koping yang digunakan klien dimasa lalu
2. Tunjukka akibat maladaptif dari koping yang digunakan
C.1. Dorong klien untuk menggunakan respon koping yang adaptif
2. Tawarkan beberapa alternatif koping yang dapat dilakukan
3. Bantu klien untuk memilih koping adaptif
4. Bantu klien dalam menggunakan koping yang adaptif

III. Koping individu tidak efektif Berhubungan dengan Ansietas ( LAGERQUIS, 1992, hal 3 )
Tujuan umum
Klien dapat menggunakan mekanisme koping yang adaptif secara optimal

Tujuan khusus
a. Klien dapat membina hubungan saling percaya
b. Klien dapat mengidentifikasikan penyebab ansietas
c. Klien dapat menggunakan teknik relaksasi untuk mengurangi ansietas
d. Klien mendapat dukungan keluarga dalam mengontrol cemas/ ansietas
e. Klien dapat menggunakan obat dengan benar.

Intervensi
A.
1. Jalin hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip komunikasi terapeutik
B.
1. Gali penyebab ansietas
2. Beri kesempatan pada klien untuk mengungkapkan perasaan
3. Terima perasaan positif maupun negatif termasuk perkembangan ansietasnya
4. Bersikap terbuka dan tenang
5. Bantu klien untuk mengungkapkan penyebab ansietasnya
6. Klien dapat menggunakan mekanisme koping yang adaptif
7. Gali caara klien mengurangi ansietas dimasa lalu
8. Tunjukkan akibat maladaptif dan destruktif dari respon koping yang digunakan
9. Dorong klien untuk menggunakan respon komunikasi adaptif yang dimilikinya
10. Bantu klien untuk menyusun kembali tujuan hidup, memodifikasi tujuan menggunakan sumber dan mencoba hal baru
11. Latih klien dengan menghadapi ansietas ringan
12. Beri aktifitas fisik untuk menyalurkan energi
13. Libatkan keluarga untuk membantu klien menggunakan koping adaptif baru
C.
1. Ajarkan klien teknik relaksasi untuk meningkatkan kontrol dan rasa
percaya diri
2. Dorong klien untuk menggunakan teknik relaksasi dalam menurunkan tingkat ansietas.
A.
1. Identifikasi kemampuan keluarga merawat klien dan sikap apa yang telah dilakukan keluarga selama ini
2. Jelaskan cara – cara merawat klien
3. Bantu keluarga untuk mempraktikkan merawat klien
B.
1. Diskusikan manfaat minum obat dan kerugian berhenti minum obat tanpa seizin dokter
2. Jelaskan prinsip benar minum obat
3. anjurakan klien minta obat dan minum obat secara teratur
4. beri pujian jika klien minum obat dengan benar
5. anjurkan klien melaporkan pada perawat / dokter / orang terdekat jika
merasa afek yang tidak menyenangkan.

IV. Gangguan pola tidur Berhubungan dengan ansietas ( Town Send 1995 – 228 )
Tujuan umum
Klien mampu tidur 6 – 8 jam tanpa terputus tanpa bantuan obat

Tujuan khusus
a. klien dapat mengidentifikasikan penyebab ansietas
b. klien mampu untuk jatuh tidur dalam waktu 30 menit

Intervensi
A.
1. Gali penyebab ansietas
2. beri kesempatan pada klien untuk mengungkapkan perasaannya
3. bantu klien untuk mengungkapkan penyebab ansietasnya
B.
1. pantau pola tidur klien
2. kaji tingkat aktifitas klien
3. kaji gangguan pola tidur yang langsung Berhubungan dengan rasa takut dan ansietas tertentu
4. berikan lingkungan yang tenang dengan tingkat stimulus yang rendah
5. sebelum tidur berikan tindakan keperawatan yang mendukung tidur seperti minum hangat dan latihan relaksasi
6. cegah minuman yang mengandung kafein seperti the, kopi dan cola
7. berikan obat – obatan penenang sesuai yang diprogramkan



DAFTAR PUSTAKA

1. Alloy. Lauren, 1999, Abnormal Psycology the mc grow hill Companies New York

2. Bagian Psikiatri Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sultan Agung, Makalah Simposium Regional Managemen Stress dalam meningkatkan kwalitas hidup

3. Stuart and Sunden, 1998, Keperawatan Jiwa Jakarta, EGC

4. Stuart and Sunden, 2001, Principle and practice of Psichiatric Nursing Masby Year Book : St louise

5. Ana Budi Kelliat, 1984, Asuhan keperawatan gangguan kognitif, EGC, Jakarata


Asuhan keperawatan pada pasien Adeno karsinoma ginjal atau karsinoma sel ginjal

A. KONSEP DASAR
1. PENGERTIAN
Adeno karsinoma ginjal atau karsinoma sel ginjal sering disebut juga hipernefroma atau tumor grawitz. Hal ini terjadi akibat perbedaan pendapat para peneliti tentang kelainan histogenesis yang mendasari penyakit ini, kontroversi pendapat tentang asal tumor ini berakhir setelah penelitian oberling dengan menggunakan mikroskop elektron mendapatkan bahwa karsinoma sel ginjal berasal dari sel tubulus proksimal.

2. ETIOLOGI
Walau telah diketahui bahwa pada karsinoma sel ginjal sel tumor berasal dari sel tubulus proksimal ginjal orang belum mengetahui secara pasti kenapa terjadi mitosis dan hiperplasia pada sl tubulus tersebut. Ada sangkaan bahwa pada keadaan ini terdapat peran faktor genetik. Hal ini diperkuat oleh kenyataan bahwa insidensi karsinoma sel ginjal meningkat pada pasien dengan kista ginjal dan kelompok keluarga dengan riwayat penyakit tumor ginjal. Faktor resiko lain yang juga berpengaruh yaitu lingkungan pekerjaan. Merokok merupakan resiko tinggi, demikian juga penggunaan fenasetin jangka lama.

3. PATOFISIOLOGI
Stadium karsinoma sel ginjal :
Stadium I : Dimana tumor terbatas diantara parenkim ginjal dan belum mengenai jaringan perinefrik.
Stadium II : Tumor telah meluas ke jaringan lunak perinefrik tetapi masih terbatas dalam pasia gerota. Mungkin telah ada invasi pada kelenjar suprarenal.
Stadium III A
IIIB
IIIC :
:
: Tumor telah menginvasi vena renalis
Tumor telah meluas ke kelenjar getah bening
Tumo telah mengenai arteria dan vena venalis serta kelenjar getah bening sekitarnya
Stadium IV A : Disamping metastasis kelenjar suprarena, telah terjadi penyebaran ke organ sekitar ginjal seperti kolon dan pankreas.
Stadium IV B : Telah terjadi metastasis jarak jauh


4. MANIFESTASI KLINIS
Tanda dan gejala tumor grawitz dapat bervariasi. Trias klasik yaitu hematuria makroskopik, nyeri pinggang, dan massa di daerah ginjal ternyata tidak selalu ditemukan. Kalau ditemukan massa didaerah ginjal biasnya tumor sudah lanjut. Anemia dan tanda metastasis jauh dari paru seperti batuk dan nyeri pada metastasis tulang. Tidak jarang gejala atau tanda metastasis tulang merupakan manifestasis pertama. Biasanya ditemukan gejala dan sistemik tanpa kelemahan, malaise umum, anoreksia dan berat badan menurun kadang ditemukan tanda sindrom paraneoplastik seperti eritrositosis, hiperkalsemia, hipertensi, dan gangguan fungsi hati yang non metastatik.

5. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Foto pulus abdomen dan pielografi intra vena
Foto pulus abdomen dan pielografi intra vena ini dapat digunakan untuk memastikan adanya batu saluran kencing yang disertai oleh hidronefrosis.



2. Pemeriksaan ultrasonografi
Gambaran radiologi petanda karsinoma sel ginjal adalah didapatkannya massa tanpa internal echo kista sederhana dengan transmisi homogen dan adanya gambaran dinding di bagian posterior.
3. Pemeriksaan ct scanning
Dugaan karsinoma sel ginjal ditandai oleh massa hipoekoik didaerah tumor. Dengan media kontras massa ini tampak homogen dengan area hipoekoik yang lebih jelas di jaringan ginjal sekitarnya.
4. Angiografi ginjal
Dengan arteriografi ginjal dapat diketahui adanya invasi tumor ke arah vena kava dan vena renalis.

6. PENATALAKSANAAN
Pada tumor stadium I, II, dan III A , nefrektomi radikal memberi kemungkinan sembuh, limfadenektomi regional agaknya tidak memperbaiki prognosis pada tumor yang masih terlokalisasi. Pada tumor yang sudah bermetastasis jauh, nefrektomi radikal merupak terapi poliatif bila ada hematuria, nyeri atau sindrom pada neoplastik. Meskipun tumor ginjal bersifat radio resisten tetapi radioterapi bermanfaat sekali untuk menghilangkam metastasis jauh seperti di otak, tulang dan paru.

B. KONSEP DASAR
Proses keperawatan adalah sutau sistem dalam merencanakan pelayanan asuhan keperawatan yang mempunyai 4 tahapan yaitu : pengkajian, perencanaan dan evaluasi (A. Aziz Alimul, 2001)
I. PENGKAJIAN
1.1. Pengumpulan Data
1. Identitas klien / pasien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, pekerjaan, status perkawinan, pendidikan, agama, suku, alamat, tanggal MRS, no. register dan ruangan, serta orang yang bertanggung jawab.
2. Keluhan Utama
Pada pasien tumor ginjal biasanya akan mengalami nyeri pinggang dan massa di daerah ginjal secara bersama-sama atau terpisah.
3. Riwayat kesehatan sekarang
Pada pasien tumor ginjal biasanya akan terdapat gejala seperti massa di ginjal
4. Riwayat kesehatan dahulu
Umumnya pasien dengan tumor ginjal mempunyai riwayat penyakit nyeri pinggang.
5. Riwayat kesehatan keluarga
Pada pasien tumor ginjal tidak terpengaruh pada riwayat penyakit keluarga.
6. Pola-Pola Fungsi Keluarga
a. Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
Pada umumnya pasien tumor ginjal dapat meneuhi sebagian besar di tata laksana kesehatannya karena tumor ginjal tak mengganggu persepsi dan tata laksana hidup sehat.
b. Pola nutri dan metabolisme
Terdapat gangguan dan penurunan absorbi lemak menyebabkan pasien tumor ginjal mengalami gastroentestinal ringan seperti perasaan mual, kadang-kadang muntah.
c. Pola eliminasi
Pada umumnya pasien tumor paru ginjal mengalami gangguan eliminasi seperti hematuria, retensi urine dll.
d. Pola istirahat dan tidur
Akibat dari nyeri pinggang yang tiba-tiba muncul dapat menganggu pemenuhan kebutuhan istirahat dan tidur.
e. Pola aktifitas dan latihan
Akibat dari nyeri, massa di ginjal, demam, dapat mengganggu aktivitas dan latihan pasien karena butuh istirahat.
f. Pola persepsi dan konsep diri
Pada umumnya akan terjadi kecemasan terhadap keadaan penyakitnta baik oleh pasien itu sendiri maupun keluarga pasien.
g. Pola hubungan peran
Pada umumnya peran pasien terhadap keluarga ataupun respon terhadap keadaan penyakitnya pasien tidak ada gangguan.
h. Pola reproduksi seksual
Pada umumnya pola reproduksi seksual berpengaruh karena keadaan penyakit pasien.
i. Pola penanggulangan stres
Pada umumnya pasien tumor ginjal cemas terhadap penyakitnya keadaan penyakitnya.
j. Pola sensori dan kognitif
Pada umumnya pasien dengan tumor ginjal tidak terdapat gangguan sensori dan kognitif.
k. Pola tata nilai dan kepercayaan
Menggambarkan tentang agama dan kepercayaan yang dianut pasien tentang norma dan aturan yang dijalankan.
7. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan Umum
Didapatkan saat klien waktu pengkajian kreteria umum lemah, suhu tubuh tinggi (jika ada infeksi) nyeri pinggang.
2. Pemeriksaan tanda vital
• Suhu tubuh
• Denyut nasi
• Tingkat kesadaran
• Tekanan darah
3. Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan foto pilus abdomen
b. Ultrasonografi (USG)
c. CT Scanning
d. Angiografi girgal

II. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri dan Gangguan Rasa nyaman (nyeri) berhubungan dengan peregangan simpai ginjal ditandai dengan pasien menyeringai kesakitan, nyeri pinggang.
2. Resiko ketidakseimbangan volume cairan derhubungan dengan neburunnya motivasi untuk minum cairan sekunder akibat depresi dan kdldtihan.
3. Resiko tinggi kekurangan nutrisi kurang dari kebutuhan tunuh sehubungan dengan oral intake kurang dan out put yang berlebihan ditandai dengan mual, muntah, dan anoreksia.
4. Perubahan Eliminasi Urine berhubungan dengan stimulasi kandung lemih oleh tumor, iritasi ginjal atau ureteral.
5. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis, dan kebutuhan pengaobatan berhubungan dengan kurangannya informasi, interpretasi informasi.

III. PERENCANAAN
Dx I Prioritas : Nyeri dan gangguan rasa nyaman (nyeri) berhubungan dengan peregangan simpai ginjal ditnsai dengan pasien menyeringai kesakitan,nyeri pinggang.
Tujuan : Nyeri berkurang setelah dilakukan tindakan dalam waktu 3x24 jam.
KH : - Pasien mengatakan nyeri berkurang
- Pasien lebih tenang dan merasa nyaman.
- Tanda-tanda vital dalam batas normal.
Rencana Tindakan :
1. Lakukan pendekatan kepada klien dan keluarga dengan komunikasi yang baik.
Rasional : Dengan komunikasi yang baik siharapkan kx dan keluarganya akan lebih kooperatif dalam pelaksanaan Askep.
2. Jelaskan pada klien tentang sebab akibat terjadinya nyeri dan cara mengatasi nyeri
Rasional : Diperoleh pengetahuan tentang nyeri akan memudahkan kerja sama dengan Askep untuk memecahkan masalah.
3. Evaluasi nyeri, catat karakteristik dan frekuensi nyeri.
Rasional : Dengan mengetahui kualitas dan kuantitas akan dapat mempermudah dalam melakukan tindakan selanjutnya.
4. Ajarkan dan bantu kx dalam mengatasi nyeri dengan memusatkan perhatian pada pernafasan dan mobilisasi sesuai rencana.
Rasional : Mengembalikan fungsi gerak yang terganggu akibat efek pembedahan keadaan semula dalam hubungan memenuhi kebersihan dan aktivitas sehari-hari.
5. Berikan kompres hangat didaerah nyeri dan obs tanda-tanda vital
Rasional : Untuk mengurangi rasa nyeri dan mengetahui gejala dini yang timbul.
6. Kolaborasi dengan tim dokter dalam pemberian terapi
Rasional : Diharapkan dapat menghindari kesalah dalam pemberian terapi obat / infus.

IV. PELAKSANAAN
Adalah terwujudnya dari rencana yang telah disusun sebelumnya pada tahap perencanaan untuk mengatasi masalah klien secara optimal (Nasrul Effendi, 1995).

V. EVALUASI
Evaluasi juga merupakan tahap akhir dari suatu proses keperawtan yang merupakan perbandingan yang sistematis dan terencana tentang kesehatan pasien dengan tujuan yang telah ditetapkan, dilakukan dengan cara melibatkan pasien dan sesama tenaga kesehatan.
(Nasrul Effendi, 1995).



DAFTAR PUSTAKA

Prof. Dr. Arjatmo Tjokronegoro, Ilmu Penyakit Dalam, FKUI Jakarta, edisi tiga, Jakarta, 2001.

R. Sjamshidajr, Wim de Jong, Buku Ajar Ilmu Bedah, Buku Kedokteran, EGC, Jakarta, 1997.

Effendi Nasrul, 1995, Pengantar Proses Keperawatan, EGC, Jakarta.

Marlyn E. Doenges dkk, Rencana Asuhan Keperawatan, edisi tiga, Buku Kedokteran, EGC, Jakarta, 2003.


Asuhan Keperawatan Medikal Bedah Dengan Nefrolitiasis

Asuhan Keperawatan Medikal Bedah Dengan Nefrolitiasis
BAB I
TINJAUAN TEORI

A. DEFINISI
Nefrolitiasis merujuk pada penyakit batu ginjal. Batu atau kalkuni dibentuk di dalam saluran kemih mulai dari ginjal ke kandung kemih oleh kristalisasi dari substansi ekskresi di dalam urin.
( Nursalam.2006)
Neprolithiasis : batu yang terbentuk di paremkim ginjal. Ureterolithiasis: terbentuknya batu di ureter. Batu yang terbentuk dapat ditemukan disetiap bagian ginjal sampai ke kandung kemih dan uretra dan ukurannya sangat bervariasi dari deposit granuler yang kecil yang disebut pasir atau kerikil, sampai batu sebesar kandung kemih yang berwarna oranye.



B. ETIOLOGI
Terbentuknya batu saluran kemih diduga ada hubungannya dengan gangguan aliran urin, gangguan metabolik, infeksi saluran kemih, dehidrasi, dan keadaan-keadaan lain yang masih belum terungkap (idiopatik).
Secara epidemiologik terdapat beberapa faktor yang mempermudah terbentuknya batu pada saluran kemih pada seseorang. Faktor tersebut adalah faktor intrinsik yaitu keadaan yang berasal dari tubuh orang itu sendiri dan faktor ekstrinsik yaitu pengaruh yang berasal dari lingkungan di sekitarnya.
Faktor intrinsik antara lain :
1. Herediter (keturunan) : penyakit ini diduga diturunkan dari orang tuanya.
2. Umur : penyakit ini paling sering didapatkan pada usia 30-50 tahun
3. Jenis kelamin : jumlah pasien laki-laki tiga kali lebih banyak dibandingkan dengan pasien perempuan
Faktor ekstrinsik diantaranya :
1. Geografis :
Pada beberapa daerah menunjukkan angka kejadian batu saluran kemih yang lebih tinggi dari pada daerah lain sehingga dikenal sebagai daerah stonebelt.
2. Iklim dan temperatur
3. Asupan air
Kurangnya asupan air dan tingginya kadar mineral kalsium pada air yang dikonsumsi.
4. Diet
Diet tinggi purin, oksalat dan kalsium mempermudah terjadinya batu.
5. Pekerjaan
Penyakit ini sering dijumpai pada orang yang pekerjaannya banyak duduk atau kurang aktifitas atau sedentary life.
6. Infeksi
Infeksi oleh bakteri yang memecahkan ureum dan membentuk amonium akan mengubah pH uriun menjadi alkali dan akan mengendapkan garam-garam fosfat sehinggga akan mempercepat pembentukan batu yang telah ada.

C. PATOFISIOLOGI
Batu terbentuk di traktus urinarius ketika konsertrasi substansi tertentu seperti Ca oksalat,kalsium fosfat, dan asam urat meningkat. Batu juga dapat terbentuk ketika terdapat defisiensi substansi tertentu, seperti sitrat yang secara normal pencegah kristalisasi dalam urin. Kondisi lain yang mempengaruhi laju pembentukan batu mencakup PH urine dan status cairan pasien.
Ketika batu menghambat aliran urin, terjadi obstruksi, menyebabkan peningkatan tekanan hidrostatik dan distensi piala ginjal serta ureter proksimal. Infeksi (peilonefritis & cystitis yang disertai menggigil, demam dan disuria) dapat terjadi dari iritasi batu yang terus menerus. Beberapa batu, jika ada, menyebabkan sedikit gejala namun secara fungsional perlahan-lahan merusak unit fungsional ginjal dan nyeri luar biasa dan tak nyaman
Batu yang terjebak di ureter, menyebabkan gelombang nyeri yang luar biasa. Pasien sering merasa ingin berkemih, namun hanya sedikit yang keluar dan biasanya mengandung darah akibat aksi abrasif batu. Umumnya batu diameter < 0,5-1 cm keluar spontan. Bila nyeri mendadak menjadi akut, disertai nyeri tekan di seluruh area kostovertebral dan muncul mual dan muntah, maka pasien sedang mengalami kolik renal. Diare dan ketidaknyamanan abdominal dapat terjadi.
Selain itu ada beberapa teori yang ,membahas tentang proses pembentukan batu yaitu:
a. Teori inti (nucleus):
Kristal dan benda asing merupakan tempat pengendapan kristal pada urine yang sudah mengalami supersaturasi.
b. Teori matriks:
Matriks organik yang berasal dari serum dan protein urine memberikan kemungkinan pengendapan kristal.
c. Teori inhibitor kristalisasi:
Beberapa substansi dalam urine menghambat terjadinya kristalisasi, konsentrasi yang rendah atau absennya substansi ini memungkinkan terjadinya kristalisasi.
Pembentukan batu membutuhkan supersaturasi dimana supersaturasi ini tergantung dari PH urine, kekuatan ion, konsentrasi cairan dan pembentukan kompleks.
Terdapat beberapa jenis batu, di antaranya :
a. Batu kalsium
Batu jenis ini sering di temukan. Bentuknya besar dengan permukaan halus, dapat bercampur antara kalsium dengan fosfat. Batu kalsium sering di jumpai pada orang yang mempunyai kadar vitamin D berlebihan atau gangguan kelenjar paratiroid. Orang menderita kangker, struke, atau penyakit sarkoidisis juga dapat menderita batu kalsium


Batu kalsium dapat di sebabkan oleh:
- Hiperkalsiuria abortif:
Gangguan metabolisme yang menyebabkan terjadinya absorbsi khusus yang berlebihan juga pengaruh vitamin D dan hiperparatiroid.
- Hiperkal siuria renalis: kebocoran pada ginjal
b. Batu oksalat dapat disebabkan oleh
- Primer autosomal resesif
- Ingesti-inhalasi: Vitamin C, ethylenglicol, methoxyflurane, anestesi.
- Hiperoksaloria: inflamasi saluran cerna, reseksi usus halus, by pass jejenoikal, sindrom malabsorbsi
c. Batu asam urat
Permukaanya halus, berwarna coklat lunak. Batu ini dapat disebabkan oleh:
- Makanan yang banyak mengandung purin
- Pemberian sitostatik pada pengobatan neoplasma
- Dehidrasi kronis
- Obat: tiazid, lazik, salisilat
d. Batu sturvit
Batu ini biasanya berbentuk tanduk rusa. Biasanya mengacu pada riwayat infeksi, terbentuk pada urin yang kaya ammonia alkali persisten akibat UTI kronik. Batu sistin terjadi terutama pada beberapa pasien yang mengalami defek absorbsi sistin.
e. Batu Sistin
Berbentuk kristal kekuningan . timbul akibat tingginya kadar sistin dalam urin.keadan ini terjadi pada penyakit sistinuria. Kelainan herediter yang resesif autosomal dari pengangkutan asam amino dimembran batas sikat tubulus proksimal meliputi sistim, arginin, ornitin, sitrulin dan lisin.



D. Manifestasi klinik
Keluhan yang sering ditemukan adalah sebagai berikut :
1. Hematuria
2. Piuria
3. Polakisuria/fregnancy
4. Urgency
5. Nyeri pinggang menjalar ke daerah pingggul, bersifat terus menerus pada daerah pinggang.
6. Kolik ginjal yang terjadi tiba-tiba dan menghilang secara perlahan-lahan.
7. Rasa nyeri pada daerah pinggang, menjalar ke perut tengah bawah, selanjutnya ke arah penis atau vulva.
8. Anorexia, muntah dan perut kembung
9. Hasil pemeriksaan laboratorium,leukosit meningkat.
( gmb. Ginjal rusak)
( ginjal dg permukan batunya)


E. Pathway

Diet tiggi Duduk terlalu lama Mineral kalsium pd air
Purin

Ph urin berubah Kristal batu



Batu ginjal


Menghambat aliran urin Nefrotomi
(obstruksi)


Muntah Tekanan hidrostatik meningkat Cemas
& Mual

Iritasi kurang pengetahuan
Resiko - cairan

Nyeri akut resiko infeksi


Gangguan pola tidur





F. PENATALAKSANAAN
1. Terapi medis dan simtomatik
Terapi medis berusaha untuk mengeluarkan batu atau melarutkan batu yang dapat dilarutkan adalah batu asam urat, dilarutkan dengan pelarut solutin G . Terapi simtomatik berusaha untuk menghilangkan nyeri. Selain itu dapat diberikan minum yang berlebihan/ banyak dan pemberian diuretik. bendofluezida 5 – 10 mg/hr.
2. Terapi mekanik (Litotripsi)
Pada batu ginjal, litotripsi dilakukan dengan bantuan nefroskopi perkutan untuk membawa tranduser melalui sonde kebatu yang ada di ginjal. Cara ini disebut nefrolitotripsi. Salah satu alternatif tindakan yang paling sering dilakukan adalah ESWL. ESWL (Extracorporeal Shock Wave Lithotripsy) adalah tindakan memecahkan batu ginjal dari luar tubuh dengan menggunakan gelombang kejut.
3. Tindakan bedah
Tindakan bedah dilakukan jika tidak tersedia alat litotripsor, (alat gelombang kejut) Pengangkatan batu ginjal secara bedah merupakan mode utama. Namun demikian saat ini bedah dilakukan hanya pada 1-2% pasien. Intervensi bedah diindikasikan jika batu tersebut tidak berespon terhadap bentuk penanganan lain. Ini juga dilakukan untuk mengoreksi setiap abnormalitas anatomik dalam ginjal untuk memperbaiki drainase urin.
Jenis pembedahan yang dilakukan antara lain:
- Pielolititomi: jika batu berada di piala ginjal
- Nefrotomi: bila batu terletak di dalam ginjal atau nefrektomi
- Ureterolitotomi: bila batu berada dalam ureter
- Sistolitotomi: jika batu berada di kandung kemih

G. PENGKAJIAN
A. Anamnesis
Meliputi keluhan utama, keluhan tambahan, riwayat penyakit masa lalu,riwayat penyakit keluarga
B. Aktifitas/Istirahat.
C. Riwayat : pekerjaan,dehidrasi,infeksi,imobilisasi
D. Eliminasi
E. Mual dan muntah
F. Makan dan Minum
G. Nyeri / rasa tidak nyaman
Keluhan nyeri harus dikejar mengenai onset kejadian, karakteristik nyeri, penyebaran nyeri,skala nyeri, aktivitas yang dapat membuat bertambahnya nyeri ataupun berkurangnya nyeri, riwayat muntah, gross hematuria, dan riwayat nyeri yang sama sebelumnya. Apakah nyeri sampai menimbulkan kokik atau tidak.
H. Adanya riwayat mengkonsumsi obat-obatan.
I. Respon emosi : cemas
J. Pengetahuan tentang penyakitnya
K. Pemeriksaan Fisik
-Penderita dengan keluhan nyeri kolik hebat, dapat disertai takikardi, berkeringat, dan nausea.
-Masa pada abdomen dapat dipalpasi pada penderita dengan obstruksi berat atau dengan hidronefrosis.
-Bisa didapatkan nyeri ketok pada daerah kostovertebra, tanda gagal ginjal dan retensi urin.
-Demam, hipertensi, dan vasodilatasi kutaneus dapat ditemukan pada pasien dengan urosepsis
-inspeksi tanda obstruksi : berkemih dengan jumlah urin sedikit,oliguria,anuria
L. Pemeriksaan penunjang
- Radiologi
Secara radiologi, batu dapat radiopak atau radiolusen. Sifat radiopak ini berbeda untuk berbagai jenis batu sehingga dari sifat ini dapat diduga batu dari jenis apa yang ditemukan. Radiolusen umumnya adalah jenis batu asam urat murni.
Pada yang radiopak pemeriksaan dengan foto polos sudah cukup untuk menduga adanya batu ginjal bila diambil foto dua arah. Pada keadaan tertentu terkadang batu terletak di depan bayangan tulang, sehingga dapat luput dari penglihatan. Oleh karena itu foto polos sering perlu ditambah foto pielografi intravena (PIV/IVP). Pada batu radiolusen, foto dengan bantuan kontras akan menyebabkan defek pengisian (filling defect) di tempat batu berada. Yang menyulitkan adalah bila ginjal yang mengandung batu tidak berfungsi lagi sehingga kontras ini tidak muncul. Dalam hal ini perlu dilakukan pielografi retrograd.
-Ultrasonografi (USG)
Dilakukan bila pasien tidak mungkin menjalani pemeriksaan IVP, yaitu pada keadaan-keadaan; alergi terhadap bahan kontras, faal ginjal yang menurun dan pada wanita yang sedang hamil . Pemeriksaan USG dapat untuk melihat semua jenis batu, selain itu dapat ditentukan ruang/ lumen saluran kemih. Pemeriksaan ini juga dipakai unutk menentukan batu selama tindakan pembedahan untuk mencegah tertinggalnya batu
- Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium diperlukan untuk mencari kelainan kemih yang dapat menunjang adanya batu di saluran kemih, menentukan fungsi ginjal, dan menentukan penyebab batu.

H. DIAGNOSA
Diagnosa preoperasi
1. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang paparan sumber informasi
2. Nyeri akut berhubungan dengan peradangan sekunder terhadap iritasi batu dan spasme otot polos
3. Resiko infeksi berhubungan dengan statis urine dan adanya benda asing
4. Resiko mengalami defisit cairan berhubungan dengan neusea, muntah.
5.Cemas berhubungan dengan perubahan dalam status kesehatan, krisis situasional
Diagnosa postoperasi:
1. Nyeri akut berhubungan dengan post pembedahan (agen injuri: mekanik)
2. Resiko infeksi berhubungan dengan tindakan invasif
3. Defisit self care
I. INTERVENSI
DX :Nnyeri akut b.d inflamasi terhadap iritasi batu dan spasme otot polos
Tujuan : Nyeri hilang atau terkontrol
Intervensi :
- Kaji setatus nyeri klien ( P,Q,R,S,T)
- Ajarkan teknik relaksasi ( imajinasi, distraksi,) untuk mengurangi nyeri
- Observasi reaksi verbal dan non verbal klien dari ketidaknyamanan
- Evaluasi pengalaman nyeri klien
- Tingkatkan istirahat
- Gunakan teknik komunikasi terapiutik untuk mengetahui pengalaman nyeri
- Bantu klien mengatur posisi untuk mengurangi keluhan
- Kolaborasi medik pemberian analgetik

DX : Resiko mengalami defisit cairan b.d neusea, muntah
Tujuan : Tidak terdapat tanda- tanda dehidrasi
Intervensi :
- Amati dan catat kelainan spt muntah
- Beri diet sesuai program
- Beri intake cairan 3000 ml – 4000 ml / hari.
- Jelaskan pentingnya intake cairan 3000 – 4000 ml/hr.
- Observasi tanda- tanda dehidrasi
-Observasi intake dan out put cairan klien
- Kolaborasi pemberian cairan intra vena

DX : Cemas b.d perubahan dalam status kesehatan, krisis situasional
Tujuan : Klien tidak lagi cemas
Intervensi :
- Beri penjelasan tentang proses penyakitnya
- Jelaskan seluru prosedur tindakan kepada klien dan perasaan yang mungkin muncul pada saat melakukan tindakan
- Berikan informsi mengenai diagnosa,prognosis,dan tindakan
- Gunakan pendekatan dan sentuhan untuk mengurangi kecemasan pasien
- Instruksikan klien untuk menggunakan teknik relaksasi
- Berikan pilihan yang realistis mengenai aspek perawatan saat ini

DX : Resiko infeksi berhubungan dengan tindakan invasif
Tujuan : Infeksi terkontrol
Intervensi :
- Observasi area post op dari tanda- tanda infeksi seperti kemerahan,nyeri, panas,bengkak,adanya fungsiolesa
- Monitor TTV
- Catat hasil laboratorium( leukosit, protein,albumin)
- Gunakan tehnik sterilisasi saat perawatan luka
- Dorong paasien untuk banyak istirahat
-Ajarkan klien dan keluarga tantang tanda- tanda infeksi
-Kolaborasi medik pemberian antibiotik




DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, alih bahasa: Waluyo Agung., Yasmin Asih., Juli., Kuncara., I.made karyasa, EGC, Jakarta.

Carpenito, L.J., 2000, Diagnosa Keperawatan Aplikasi pada Praktek Klinis, alih bahasa: Tim PSIK UNPAD Edisi-6, EGC, Jakarta

NANDA, 2001-2002, Nursing Diagnosis: Definitions and classification, Philadelphia, USA

Nursalam, 2006., askep pada pasien dengan gangguan sistem perkemihan, edisi 1, salemba medika, jakarta


Asuhan Keperawatan Klien Artritis Reumatoid

Pengertian Artritis Reumatoid

Artritis Reumatoid (Rheumatoid arthritis)  is a chronic inflammatory disease with primary manifestation poliartritis progressive and involve all the organs, jadi merupakan suatu penyakit inflamasi kronik dengan manifestasi utama poliartritis progresif dan melibatkan seluruh organ tubuh. (Arif Mansjour. 2001)

askep-reumatikArtritis reumatoid adalah suatu penyakit inflamasi sistemik kronik yang tidak diketahui penyebabnya, dikarakteristikan oleh kerusakan dan proliferasi membran sinovial, yang menyebabkan kerusakan pada tulang sendi, ankilosis, dan deformitas. (Doenges, E Marilynn, 2000 : hal 859)

Artritis reumatoid adalah suatu penyakit inflamasi sistemik kronik dengan manifestasi utama poliartritis progresif dan melibatkan seluruh organ tubuh.(Kapita Selekta Kedokteran, 2001 : hal 536)

Artritis Reumatoid adalah gangguan autoimun kronik yang menyebabkan proses inflamasi pada sendi (Lemone & Burke, 2001 : 1248).

Penyakit reumatik adalah penyakit inflamasi non- bakterial yang bersifat sistemik, progesif, cenderung kronik dan mengenai sendi serta jaringan ikat sendi secara simetris. ( Rasjad Chairuddin, Pengantar Ilmu Bedah Orthopedi, hal. 165 )

Artritis Reumatoid adalah penyakit autoimun sistemik kronis yang tidak diketahui penyebabnya dikarekteristikan dengan reaksi inflamasi dalam membrane sinovial yang mengarah pada destruksi kartilago sendi dan deformitas lebih lanjut.(Susan Martin Tucker.1998)

Penyebab / Etiologi Artritis Reumatoid



Penyebab utama penyakit reumatik masih belum diketahui secara pasti. Biasanya merupakan kombinasi dari faktor genetik, lingkungan, hormonal dan faktor sistem reproduksi. Namun faktor pencetus terbesar adalah faktor infeksi seperti bakteri, mikoplasma dan virus (Lemone & Burke, 2001).

Ada beberapa teori yang dikemukakan sebagai penyebab artritis reumatoid, yaitu:
1. Infeksi Streptokkus hemolitikus dan Streptococcus non-hemolitikus.
2. Endokrin
3. Autoimmun
4. Metabolik
5. Faktor genetik serta pemicu lingkungan
Pada saat ini artritis reumatoid diduga disebabkan oleh faktor autoimun dan infeksi. Autoimun ini bereaksi terhadap kolagen tipe II; faktor infeksi mungkin disebabkan oleh karena virus dan organisme mikroplasma atau grup difterioid yang menghasilkan antigen tipe II kolagen dari tulang rawan sendi penderita.

Epidemiologi Artritis Reumatoid


Penyakit artritis rematoid merupakan suatu penyakit yang telah lama dikenal dan tersebar diseluruh dunia serta melibatkan semua ras dan kelompok etnik. Artritis rheumatoid sering dijumpai pada wanita, dengan perbandingan wanita denga pria sebesar 3: 1. kecenderungan wanita untuk menderita artritis reumatoid dan sering dijumpai remisi pada wanita yang sedang hamil, hal ini menimbulkan dugaan terdapatnya faktor keseimbangan hormonal sebagai salah satu faktor yang berpengaruh pada penyakit ini.

Manifestasi Klinik Artritis Reumatoid



Ada beberapa gambaran / manifestasi klinik yang  ditemukan pada penderita reumatik. Gambaran klinik ini tidak harus muncul sekaligus pada saat yang bersamaan oleh karena penyakit ini memiliki gambaran klinik yang sangat bervariasi.
a. Gejala-gejala konstitusional, misalnya lelah, kurang nafsu makan, berat badan menurun dan demam.
b. Poliartritis simetris (peradangan sendi pada sisi kiri dan kanan) terutama pada sendi perifer, termasuk sendi-sendi di tangan, namun biasanya tidak melibatkan sendi-sendi antara jari-jari tangan dan kaki. Hampir semua sendi diartrodial (sendi yang dapat digerakan dengan bebas) dapat terserang.
c. Kekakuan di pagi hari selama lebih dari 1 jam, dapat bersifat umum tetapi terutama menyerang sendi-sendi. Kekakuan ini berbeda dengan kekakuan sendi pada osteoartritis (peradangan tulang dan sendi), yang biasanya hanya berlangsung selama beberapa menit dan selama kurang dari 1 jam.
d. Artritis erosif merupakan merupakan ciri khas penyakit ini pada gambaran radiologik. Peradangan sendi yang kronik mengakibatkan pengikisan ditepi tulang .
e. Deformitas : kerusakan dari struktur penunjang sendi dengan perjalanan penyakit. Pergeseran ulnar atau deviasi jari, pergeseran sendi pada tulang telapak tangan dan jari, deformitas boutonniere dan leher angsa adalah beberapa deformitas tangan yang sering dijumpai pada penderita. . Pada kaki terdapat tonjolan kaput metatarsal yang timbul sekunder dari subluksasi metatarsal. Sendi-sendi yang besar juga dapat terserang dan mengalami pengurangan kemampuan bergerak terutama dalam melakukan gerakan ekstensi.
f. Nodula-nodula reumatoid adalah massa subkutan yang ditemukan pada sekitar sepertiga orang dewasa penderita rematik. Lokasi yang paling sering dari deformitas ini adalah bursa olekranon (sendi siku) atau di sepanjang permukaan ekstensor dari lengan, walaupun demikian tonjolan) ini dapat juga timbul pada tempat-tempat lainnya. Adanya nodula-nodula ini biasanya merupakan petunjuk suatu penyakit yang aktif dan lebih berat.
g. Manifestasi ekstra-artikular (diluar sendi): reumatik juga dapat menyerang organ-organ lain diluar sendi. Seperti mata: Kerato konjungtivitis, sistem cardiovaskuler dapat menyerupai perikarditis konstriktif yang berat, lesi inflamatif yang menyerupai nodul rheumatoid dapat dijumpai pada myocardium dan katup jantung, lesi ini dapat menyebabkan disfungsi katup, fenomena embolissasi, gangguan konduksi dan kardiomiopati.

Patofisiologi Artritis Reumatoid

Membran syinovial pada pasien reumatoid artritis mengalami hiperplasia, peningkatan vaskulariasi, dan ilfiltrasi sel-sel pencetus inflamasi, terutama sel T CD4+. Sel T CD4+ ini sangat berperan dalam respon immun. Pada penelitian terbaru di bidang genetik, reumatoid artritis sangat berhubungan dengan major-histocompatibility-complex class II antigen HLA-DRB1*0404 dan DRB1*0401. Fungsi utama dari molekul HLA class II adalah untuk mempresentasikan antigenic peptide kepada CD4+ sel T yang menujukkan bahwa reumatoid artritis disebabkan oleh arthritogenic yang belim teridentifikasi. Antigen ini bisa berupa antigen eksogen, seperti protein virus atau protein antigen endogen. Baru-baru ini sejumlah antigen endogen telah teridentifikasi, seperti citrullinated protein dan human cartilage glycoprotein 39.
Patofisiologi Artritis Reumatoid

Patofisiologi Artritis Reumatoid

Antigen mengaktivasi CD4+ sel T yang menstimulasi monosit, makrofag dan syinovial fibroblas untuk memproduksi interleukin-1, interleukin-6 dan TNF-α untuk mensekresikan matrik metaloproteinase melalui hubungan antar sel dengan bantuan CD69 dan CD11 melalui pelepasan mediator-mediator pelarut seperti interferon-γ dan interleukin-17. Interleukin-1, interlukin-6 dan TNF-α merupakan kunci terjadinya inflamasi pada rheumatoid arthritis.

Arktifasi CD4+ sel T juga menstimulasi sel B melalui kontak sel secara langsung dan ikatan dengan α1β2 integrin, CD40 ligan dan CD28 untuk memproduksi immunoglobulin meliputi rheumatoid faktor. Sebenarnya fungsi dari rhumetoid faktor ini dalam proses patogenesis reumatoid artritis tidaklah diketahui secara pasti, tapi kemungkinan besar reumatoid faktor mengaktiflkan berbagai komplemen melalui pembentukan immun kompleks.aktifasi CD4+ sel T juga mengekspresikan osteoclastogenesis yang secara keseluruhan ini menyebabkan gangguan sendi. Aktifasi makrofag, limfosit dan fibroblas juga menstimulasi angiogenesis sehingga terjadi peningkatan vaskularisasi yang ditemukan pada synovial penderita reumatoid artritis.

Komplikasi Artritis Reumatoid

Kelainan sistem pencernaan yang sering dijumpai adalah gastritis dan ulkus peptik yang merupakan komplikasi utama penggunaan obat anti inflamasi nonsteroid (OAINS) atau obat pengubah perjalanan penyakit ( disease modifying antirhematoid drugs, DMARD ) yang menjadi faktor penyebab morbiditas dan mortalitas utama pada arthritis reumatoid.

Komplikasi saraf yang terjadi memberikan gambaran jelas , sehingga sukar dibedakan antara akibat lesi artikuler dan lesi neuropatik. Umumnya berhubungan dengan mielopati akibat ketidakstabilan vertebra servikal dan neuropati iskemik akibat vaskulitis.

Diagnostik Artritis Reumatoid


Kriteria diagnostik artritis reumatoid adalah terdapat poli- arthritis yang simetris yang mengenai sendi-sendi proksimal jari tangan dan kaki serta menetap sekurang-kurangnya 6 minggu atau lebih bila ditemukan nodul subkutan atau gambaran erosi peri-artikuler pada foto rontgen.
Kriteria artritis rematoid menurut American reumatism Association ( ARA ) adalah:
1. Kekakuan sendi jari-jari tangan pada pagi hari ( Morning Stiffness ).
2. Nyeri pada pergerakan sendi atau nyeri tekan sekurang-kurangnya pada satu sendi.
3. Pembengkakan ( oleh penebalan jaringan lunak atau oleh efusi cairan ) pada salah satu sendi secara terus-menerus sekurang-kurangnya selama 6 minggu.
4. Pembengkakan pada sekurang-kurangnya salah satu sendi lain.
5. Pembengkakan sendi yanmg bersifat simetris.
6. Nodul subcutan pada daerah tonjolan tulang didaerah ekstensor.
7. Gambaran foto rontgen yang khas pada arthritis rheumatoid
8. Uji aglutinnasi faktor rheumatoid
9. Pengendapan cairan musin yang jelek
10. Perubahan karakteristik histologik lapisan sinovia
11. Gambaran histologik yang khas pada nodul.
Berdasarkan kriteria ini maka disebut :

    Klasik : bila terdapat 7 kriteria dan berlangsung sekurang-kurangnya selama 6 minggu
    Definitif : bila terdapat 5 kriteria dan berlangsung sekurang-kurangnya selama 6 minggu.
    Kemungkinan rheumatoid : bila terdapat 3 kriteria dan berlangsung sekurang-kurangnya selama 4 minggu.

Penatalaksanaan / Perawatan Artritis Reumatoid


Oleh karena kausa pasti arthritis reumatoid tidak diketahui maka tidak ada pengobatan kausatif yang dapat menyembuhkan penyakit ini. Hal ini harus benar-benar dijelaskan kepada penderita sehingga tahu bahwa pengobatan yang diberikan bertujuan mengurangi keluhan/ gejala memperlambat progresifvtas penyakit.
Tujuan utama dari program penatalaksanaan/ perawatan adalah sebagai berikut :

    Untuk menghilangkan nyeri dan peradangan
    Untuk mempertahankan fungsi sendi dan kemampuan maksimal dari penderita
    Untuk mencegah dan atau memperbaiki deformitas yang terjadi pada sendi
    Mempertahankan kemandirian sehingga tidak bergantung pada orang lain.

Ada sejumlah cara penatalaksanaan yang sengaja dirancang untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut di atas, yaitu :
a. Pendidikan
Langkah pertama dari program penatalaksanaan ini adalah memberikan pendidikan yang cukup tentang penyakit kepada penderita, keluarganya dan siapa saja yang berhubungan dengan penderita. Pendidikan yang diberikan meliputi pengertian, patofisiologi (perjalanan penyakit), penyebab dan perkiraan perjalanan (prognosis) penyakit ini, semua komponen program penatalaksanaan termasuk regimen obat yang kompleks, sumber-sumber bantuan untuk mengatasi penyakit ini dan metode efektif tentang penatalaksanaan yang diberikan oleh tim kesehatan. Proses pendidikan ini harus dilakukan secara terus-menerus.
b. Istirahat
Merupakan hal penting karena reumatik biasanya disertai rasa lelah yang hebat. Walaupun rasa lelah tersebut dapat saja timbul setiap hari, tetapi ada masa dimana penderita merasa lebih baik atau lebih berat. Penderita harus membagi waktu seharinya menjadi beberapa kali waktu beraktivitas yang diikuti oleh masa istirahat.
c. Latihan Fisik dan Termoterapi
Latihan spesifik dapat bermanfaat dalam mempertahankan fungsi sendi. Latihan ini mencakup gerakan aktif dan pasif pada semua sendi yang sakit, sedikitnya dua kali sehari. Obat untuk menghilangkan nyeri perlu diberikan sebelum memulai latihan. Kompres hangat pada sendi yang sakit dan bengkak mungkin dapat mengurangi nyeri. Mandi parafin dengan suhu yang bisa diatur serta mandi dengan suhu panas dan dingin dapat dilakukan di rumah. Latihan dan termoterapi ini paling baik diatur oleh pekerja kesehatan yang sudah mendapatkan latihan khusus, seperti ahli terapi fisik atau terapi kerja. Latihan yang berlebihan dapat merusak struktur penunjang sendi yang memang sudah lemah oleh adanya penyakit.
d. Diet/ Gizi
Penderita Reumatik tidak memerlukan diet khusus. Ada sejumlah cara pemberian diet dengan variasi yang bermacam-macam, tetapi kesemuanya belum terbukti kebenarannya. Prinsip umum untuk memperoleh diet seimbang adalah penting.
e. Obat-obatan
Pemberian obat adalah bagian yang penting dari seluruh program penatalaksanaan penyakit reumatik. Obat-obatan yang dipakai untuk mengurangi nyeri, meredakan peradangan dan untuk mencoba mengubah perjalanan penyakit.

Konsep Keperawatan Artritis Reumatoid


Pengkajian
Data dasar pengkajian pasien tergantung padwa keparahan dan keterlibatan organ-organ lainnya ( misalnya mata, jantung, paru-paru, ginjal ), tahapan misalnya eksaserbasi akut atau remisi dan keberadaaan bersama bentuk-bentuk arthritis lainnya.

1. Aktivitas/ istirahat
Gejala : Nyeri sendi karena gerakan, nyeri tekan, memburuk dengan stres pada sendi; kekakuan pada pagi hari, biasanya terjadi bilateral dan simetris.
Limitasi fungsional yang berpengaruh pada gaya hidup, waktu senggang, pekerjaan, keletihan.
Tanda : Malaise
Keterbatasan rentang gerak; atrofi otot, kulit, kontraktur/ kelaianan pada sendi.

2. Kardiovaskuler
Gejala : Fenomena Raynaud jari tangan/ kaki ( pucat intermitten, sianosis, kemudian kemerahan pada jari sebelum warna kembali normal).

3. Integritas ego
Gejala : Faktor-faktor stres akut/ kronis: mis; finansial, pekerjaan, ketidakmampuan, faktor-faktor hubungan.
Keputusan dan ketidakberdayaan ( situasi ketidakmampuan )
Ancaman pada konsep diri, citra tubuh, identitas pribadi ( misalnya ketergantungan pada orang lain).
4. Makanan/ cairan
Gejala ; Ketidakmampuan untuk menghasilkan/ mengkonsumsi makanan/ cairan adekuat: mual, anoreksia
Kesulitan untuk mengunyah ( keterlibatan TMJ )
Tanda : Penurunan berat badan
Kekeringan pada membran mukosa.
5. Hygiene
Gejala : Berbagai kesulitan untuk melaksanakan aktivitas perawatan pribadi. Ketergantungan

6. Neurosensori
Gejala : Kebas, semutan pada tangan dan kaki, hilangnya sensasi pada jari tangan.
Gejala : Pembengkakan sendi simetris.
7. Nyeri/ kenyamanan
Gejala : Fase akut dari nyeri ( mungkin tidak disertai oleh pembengkakan jaringan lunak pada sendi ).
8. Keamanan
Gejala : Kulit mengkilat, tegang, nodul subkutaneus.
Lesi kulit, ulkus kaki.
Kesulitan dalam ringan dalam menangani tugas/ pemeliharaan rumah tangga.
Demam ringan menetap
Kekeringan pada meta dan membran mukosa.
9. Interaksi sosial
Gejala : Kerusakan interaksi sosial dengan keluarga/ orang lain; perubahan peran; isolasi.
10. Penyuluhan/ pembelajaran
Gajala : Riwayat AR pada keluarga ( pada awitan remaja )
Penggunaan makanan kesehatan, vitamin, ” penyembuhan ” arthritis tanpa pengujian.
Riwayat perikarditis, lesi katup, fibrosis pulmonal, pleuritis.
Pertimbangan : DRG Menunjukkan rerata lama dirawat : 4,8 hari.
Rencana Pemulanagan: Mungkin membutuhkan bantuan pada transportasi, aktivitas perawatan diri, dan tugas/ pemeliharaan rumah tangga.

Pemeriksaan Diagnostik Artritis Reumatoid


Faktor Reumatoid : positif pada 80-95% kasus.
Fiksasi lateks: Positif pada 75 % dari kasus-kasus khas.
Reaksi-reaksi aglutinasi : Positif pada lebih dari 50% kasus-kasus khas.
LED : Umumnya meningkat pesat ( 80-100 mm/h) mungkin kembali normal sewaktu gejala-gejala meningkat
Protein C-reaktif: positif selama masa eksaserbasi.
SDP: Meningkat pada waktu timbul proses inflamasi.
JDL : umumnya menunjukkan anemia sedang.
Ig ( Ig M dan Ig G); peningkatan besar menunjukkan proses autoimun sebagai penyebab AR.
Sinar x dari sendi yang sakit : menunjukkan pembengkakan pada jaringan lunak, erosi sendi, dan osteoporosis dari tulang yang berdekatan ( perubahan awal ) berkembang menjadi formasi kista tulang, memperkecil jarak sendi dan subluksasio. Perubahan osteoartristik yang terjadi secara bersamaan.
Scan radionuklida : identifikasi peradangan sinovium
Artroskopi Langsung : Visualisasi dari area yang menunjukkan irregularitas/ degenerasi tulang pada sendi
Aspirasi cairan sinovial : mungkin menunjukkan volume yang lebih besar dari normal: buram, berkabut, munculnya warna kuning ( respon inflamasi, produk-produk pembuangan degeneratif ); elevasi SDP dan lekosit, penurunan viskositas dan komplemen ( C3 dan C4 ).
Biopsi membran sinovial : menunjukkan perubahan inflamasi dan perkembangan panas.
Prioritas Keperawatan
1. Menghilangkan nyeri
2. Meningkatkan mobilitas.
3. Meningkatkan monsep diri yang positif
4. mendukung kemandirian
5. Memberikan informasi mengenai proses penyakit/ prognosis dan keperluan pengobatan.


Tujuan Pemulangan
1. Nyeri hilang/ terkontrol
2. Pasien menghadapi saat ini dengan realistis
3. Pasien dapat menangani AKS sendiri/ dengan bantuan sesuai kebutuhan.
4. Proses/ prognosis penyakit dan aturan terapeutik dipahami.

Pohon Masalah

askep-artritis-reumatoid
Diagnosa Keperawatan Artritis Reumatoid


1. Nyeri Akut/ Kronis
Dapat dihubungkan dengan : agen pencedera; distensi jaringan oleh akumulasi cairan/ proses inflamasi, destruksi sendi.
Dapat dibuktikan oleh : Keluhan nyeri,ketidaknyamanan, kelelahan.
Berfokus pada diri sendiri/ penyempitan fokus
Perilaku distraksi/ respons autonomic
Perilaku yang bersifart ahti-hati/ melindungi
Hasil yang diharapkan/ kriteria evaluasi pasien akan:
Menunjukkan nyeri hilang/ terkontrol
Terlihat rileks, dapat tidur/beristirahat dan berpartisipasi dalam aktivitas sesuai kemampuan.
Mengikuti program farmakologis yang diresepkan
Menggabungkan keterampilan relaksasi dan aktivitas hiburan ke dalam program kontrol nyeri.


Intervensi dan Rasional:
a. Selidiki keluhan nyeri, catat lokasi dan intensitas (skala 0-10). Catat faktor-faktor yang mempercepat dan tanda-tanda rasa sakit non verbal (R/ Membantu dalam menentukan kebutuhan manajemen nyeri dan keefektifan program)
b. Berikan matras/ kasur keras, bantal kecil,. Tinggikan linen tempat tidur sesuai kebutuhan (R/Matras yang lembut/ empuk, bantal yang besar akan mencegah pemeliharaan kesejajaran tubuh yang tepat, menempatkan stress pada sendi yang sakit. Peninggian linen tempat tidur menurunkan tekanan pada sendi yang terinflamasi/nyeri)
c. Tempatkan/ pantau penggunaan bantl, karung pasir, gulungan trokhanter, bebat, brace. (R/ Mengistirahatkan sendi-sendi yang sakit dan mempertahankan posisi netral. Penggunaan brace dapat menurunkan nyeri dan dapat mengurangi kerusakan pada sendi)
d. Dorong untuk sering mengubah posisi,. Bantu untuk bergerak di tempat tidur, sokong sendi yang sakit di atas dan bawah, hindari gerakan yang menyentak. (R/ Mencegah terjadinya kelelahan umum dan kekakuan sendi. Menstabilkan sendi, mengurangi gerakan/ rasa sakit pada sendi)
e. Anjurkan pasien untuk mandi air hangat atau mandi pancuran pada waktu bangun dan/atau pada waktu tidur. Sediakan waslap hangat untuk mengompres sendi-sendi yang sakit beberapa kali sehari. Pantau suhu air kompres, air mandi, dan sebagainya. (R/ Panas meningkatkan relaksasi otot, dan mobilitas, menurunkan rasa sakit dan melepaskan kekakuan di pagi hari. Sensitivitas pada panas dapat dihilangkan dan luka dermal dapat disembuhkan)
f. Berikan masase yang lembut (R/meningkatkan relaksasi/ mengurangi nyeri)
g. Dorong penggunaan teknik manajemen stres, misalnya relaksasi progresif,sentuhan terapeutik, biofeed back, visualisasi, pedoman imajinasi, hypnosis diri, dan pengendalian napas. (R/ Meningkatkan relaksasi, memberikan rasa kontrol dan mungkin meningkatkan kemampuan koping)Libatkan dalam aktivitas hiburan yang sesuai untuk situasi individu. (R/ Memfokuskan kembali perhatian, memberikan stimulasi, dan meningkatkan rasa percaya diri dan perasaan sehat)
h. Beri obat sebelum aktivitas/ latihan yang direncanakan sesuai petunjuk. (R/ Meningkatkan realaksasi, mengurangi tegangan otot/ spasme, memudahkan untuk ikut serta dalam terapi)
i. Kolaborasi: Berikan obat-obatan sesuai petunjuk (mis:asetil salisilat) (R/ sebagai anti inflamasi dan efek analgesik ringan dalam mengurangi kekakuan dan meningkatkan mobilitas.)
j. Berikan es kompres dingin jika dibutuhkan (R/ Rasa dingin dapat menghilangkan nyeri dan bengkak selama periode akut)

2. Mobilitas Fisik,M Kerusakan
Dapat dihubungkan dengan : Deformitas skeletal
Nyeri, ketidaknyamanan
Intoleransi aktivitas, penurunan kekuatan otot.
Dapat dibuktikan oleh : Keengganan untuk mencoba bergerak/ ketidakmampuan untuk dengan sendiri bergerak dalam lingkungan fisik.
Membatasi rentang gerak, ketidakseimbangan koordinasi, penurunan kekuatan otot/ kontrol dan massa ( tahap lanjut ).
Hasil yangdihapkan/ kriteria Evaluasi-Pasien akan :
Mempertahankan fungsi posisi dengan tidak hadirnya/ pembatasan kontraktur.
Mempertahankan ataupun meningkatkan kekuatan dan fungsi dari dan/ atau konpensasi bagian tubuh.
Mendemonstrasikan tehnik/ perilaku yang memungkinkan melakukan aktivitas
Intervensi dan Rasional:
a. Evaluasi/ lanjutkan pemantauan tingkat inflamasi/ rasa sakit pada sendi (R/ Tingkat aktivitas/ latihan tergantung dari perkembangan/ resolusi dari peoses inflamasi)
b. Pertahankan istirahat tirah baring/ duduk jika diperlukan jadwal aktivitas untuk memberikan periode istirahat yang terus menerus dan tidur malam hari yang tidak terganmggu.(R/ Istirahat sistemik dianjurkan selama eksaserbasi akut dan seluruh fase penyakit yang penting untuk mencegah kelelahan mempertahankan kekuatan)
c. Bantu dengan rentang gerak aktif/pasif, demikiqan juga latihan resistif dan isometris jika memungkinkan (R/ Mempertahankan/ meningkatkan fungsi sendi, kekuatan otot dan stamina umum. Catatan : latihan tidak adekuat menimbulkan kekakuan sendi, karenanya aktivitas yang berlebihan dapat merusak sendi)
d. Ubah posisi dengan sering dengan jumlah personel cukup. Demonstrasikan/ bantu tehnik pemindahan dan penggunaan bantuan mobilitas, mis, trapeze (R/ Menghilangkan tekanan pada jaringan dan meningkatkan sirkulasi. Memepermudah perawatan diri dan kemandirian pasien. Tehnik pemindahan yang tepat dapat mencegah robekan abrasi kulit)
e. Posisikan dengan bantal, kantung pasir, gulungan trokanter, bebat, brace (R/ Meningkatkan stabilitas ( mengurangi resiko cidera ) dan memerptahankan posisi sendi yang diperlukan dan kesejajaran tubuh, mengurangi kontraktor)
f. Gunakan bantal kecil/tipis di bawah leher. (R/ Mencegah fleksi leher)
g. Dorong pasien mempertahankan postur tegak dan duduk tinggi, berdiri, dan berjalan (R/ Memaksimalkan fungsi sendi dan mempertahankan mobilitas)
h. Berikan lingkungan yang aman, misalnya menaikkan kursi, menggunakan pegangan tangga pada toilet, penggunaan kursi roda. (R/ Menghindari cidera akibat kecelakaan/ jatuh)
i. Kolaborasi: konsul dengan fisoterapi. (R/ Berguna dalam memformulasikan program latihan/ aktivitas yang berdasarkan pada kebutuhan individual dan dalam mengidentifikasikan alat)
j. Kolaborasi: Berikan matras busa/ pengubah tekanan. (R/ Menurunkan tekanan pada jaringan yang mudah pecah untuk mengurangi risiko imobilitas)
k. Kolaborasi: berikan obat-obatan sesuai indikasi (steroid). (R/ Mungkin dibutuhkan untuk menekan sistem inflamasi akut)

3. Gangguan Citra Tubuh/ Perubahan Penampilan Peran
Dapat dihubungkan dengan : Perubahan kemampuan untuk melaksanakan tugas-tugas umum, peningkatan penggunaan energi, ketidakseimbangan mobilitas.
Dapat dibuktikan oleh : Perubahan fungsi dari bagian-bagian yang sakit.
Bicara negatif tentang diri sendiri, fokus pada kekuatan masa lalu, dan penampilan.
Perubahan pada gaya hidup/ kemapuan fisik untuk melanjutkan peran, kehilangan pekerjaan, ketergantungan p[ada orang terdekat.
Perubahan pada keterlibatan sosial; rasa terisolasi.
Perasaan tidak berdaya, putus asa.
Hasil yangdihapkan/ kriteria Evaluasi-Pasien akan :
Mengungkapkan peningkatan rasa percaya diri dalam kemampuan untuk menghadapi penyakit, perubahan pada gaya hidup, dan kemungkinan keterbatasan.
Menyusun rencana realistis untuk masa depan.
Intervensi dan Rasional:
a. Dorong pengungkapan mengenai masalah tentang proses penyakit, harapan masa depan. (R/Berikan kesempatan untuk mengidentifikasi rasa takut/ kesalahan konsep dan menghadapinya secara langsung)
b. Diskeusikan arti dari kehilangan/ perubahan pada pasien/orang terdekat. Memastikan bagaimana pandangaqn pribadi pasien dalam memfungsikan gaya hidup sehari-hari, termasuk aspek-aspek seksual. (R/Mengidentifikasi bagaimana penyakit mempengaruhi persepsi diri dan interaksi dengan orang lain akan menentukan kebutuhan terhadap intervensi/ konseling lebih lanjut)
c. Diskusikan persepsi pasienmengenai bagaimana orang terdekat menerima keterbatasan. (R/ Isyarat verbal/non verbal orang terdekat dapat mempunyai pengaruh mayor pada bagaimana pasien memandang dirinya sendiri)
d. Akui dan terima perasaan berduka, bermusuhan, ketergantungan. (R/ Nyeri konstan akan melelahkan, dan perasaan marah dan bermusuhan umum terjadi)
e. Perhatikan perilaku menarik diri, penggunaan menyangkal atau terlalu memperhatikan perubahan. (R/ Dapat menunjukkan emosional ataupun metode koping maladaptive, membutuhkan intervensi lebih lanjut)
f. Susun batasan pada perilaku mal adaptif. Bantu pasien untuk mengidentifikasi perilaku positif yang dapat membantu koping. (R/ Membantu pasien untuk mempertahankan kontrol diri, yang dapat meningkatkan perasaan harga diri)
g. Ikut sertakan pasien dalam merencanakan perawatan dan membuat jadwal aktivitas. (Meningkatkan perasaan harga diri, mendorong kemandirian, dan mendorong berpartisipasi dalam terapi)
h. Bantu dalam kebutuhan perawatan yang diperlukan.(R/ Mempertahankan penampilan yang dapat meningkatkan citra diri)
i. Berikan bantuan positif bila perlu. (R/ Memungkinkan pasien untuk merasa senang terhadap dirinya sendiri. Menguatkan perilaku positif. Meningkatkan rasa percaya diri)
j. Kolaborasi: Rujuk pada konseling psikiatri, mis: perawat spesialis psikiatri, psikolog. (R/ Pasien/orang terdekat mungkin membutuhkan dukungan selama berhadapan dengan proses jangka panjang/ ketidakmampuan)
k. Kolaborasi: Berikan obat-obatan sesuai petunjuk, mis; anti ansietas dan obat-obatan peningkat alam perasaan. (R/ Mungkin dibutuhkan pada sat munculnya depresi hebat sampai pasien mengembangkan kemapuan koping yang lebih efektif)

4. Kurang Perawatan Diri
Dapat dihubungkan dengan : Kerusakan muskuloskeletal; penurunan kekuatan, daya tahan, nyeri pada waktu bergerak, depresi.
Dapat dibuktikan oleh : Ketidakmampuan untuk mengatur kegiatan sehari-hari.


Hasil yangdihapkan/ kriteria Evaluasi-Pasien akan :
Melaksanakan aktivitas perawatan diri pada tingkat yang konsisten dengan kemampuan individual.
Mendemonstrasikan perubahan teknik/ gaya hidup untuk memenuhi kebutuhan perawatan diri.
Mengidentifikasi sumber-sumber pribadi/ komunitas yang dapat memenuhi kebutuhan perawatan diri.


Intervensi dan Rasional:
a. Diskusikan tingkat fungsi umum (0-4) sebelum timbul awitan/ eksaserbasi penyakit dan potensial perubahan yang sekarang diantisipasi. (R/ Mungkin dapat melanjutkan aktivitas umum dengan melakukan adaptasi yang diperlukan pada keterbatasan saat ini).
b. Pertakhankan mobilitas, kontrol terhadap nyeri dan program latihan. (R/ Mendukung kemandirian fisik/emosional)
c. Kaji hambatan terhadap partisipasi dalam perawatan diri. Identifikasi /rencana untuk modifikasi lingkungan. (R/ Menyiapkan untuk meningkatkan kemandirian, yang akan meningkatkan harga diri)
d. Kolaborasi: Konsul dengan ahli terapi okupasi. (R/ Berguna untuk menentukan alat bantu untuk memenuhi kebutuhan individual. Mis; memasang kancing, menggunakan alat bantu memakai sepatu, menggantungkan pegangan untuk mandi pancuran)
e. Kolaborasi: Atur evaluasi kesehatan di rumah sebelum pemulangan dengan evaluasi setelahnya. (R/ Mengidentifikasi masalah-masalah yang mungkin dihadapi karena tingkat kemampuan aktual)
f. Kolaborasi : atur konsul dengan lembaga lainnya, mis: pelayanan perawatan rumah, ahli nutrisi. (R/ Mungkin membutuhkan berbagai bantuan tambahan untuk persiapan situasi di rumah)
5. Penatalaksanaan Pemeliharaan Rumah, Keruasakan, Resiko Tinggi Terhadap
Faktor risiko meliputi : Proses penyakit degeneratif jangka panjang, sistem pendukung tidak adekuat.
Dapat dibuktikan oleh : (Tidak dapat diterapkan; adanya tanda dan gejala membuat diagnosa menjadi aktual)
Hasil yang dihapkan/ kriteria Evaluasi-Pasien akan :
Mempertahankan keamanan, lingkungan yang meningkatkan pertumbuhan.
Mendemonstrasikan penggunaan sumber-sumber yang efektif dan tepat.
Intervensi dan Rasional:
a. Kaji tingkat fungsi fisik (R/ Mengidentifikasi bantuan/ dukungan yang diperlukan)
b. Evaluasi lingkungan untuk mengkaji kemampuan dalam perawatan untuk diri sendiri. (R/ Menentukan kemungkinan susunan yang ada/ perubahan susunan rumah untuk memenuhi kebutuhan individu)
c. Tentukan sumber-sumber finansial untuk memenuhi kebutuhan situasi individual. Identifikasi sistem pendukung yang tersedia untuk pasien, mis: membagi tugas-tugas rumah tangga antara anggota keluarga. (R/ Menjamin bahwa kebutuhan akan dipenuhi secara terus-menerus)
d. Identifikasi untuk peralatan yang diperlukan, mis: lift, peninggian dudukan toilet. (R/ Memberikan kesempatan untuk mendapatkan peralatan sebelum pulang)
e. Kolaborasi: Koordinasikan evaluasi di rumah dengan ahli terapi okupasi. (R/ Bermanfaat untuk mengidentifikasi peralatan, cara-cara untuk mengubah tugas-tugas untuk mengubah tugas-tugas untuk mempertahankan kemandirian)
f. Kolaborasi: Identifikasi sumber-sumber komunitas, mis: pelayanan pembantu rumah tangga bila ada. (R/ Memberikan kemudahan berpindah pada/mendukung kontinuitas dalam situasi rumah).
6. Kurang Pengetahuan ( Kebutuhan Belajar ), Mengenai Penyakit, Prognosis, Dan Kebutuhan Pengobatan.
Dapat dihubungkan dengan : Kurangnya pemajanan/ mengingat.
Kesalahan interpretasi informasi.
Dapat dibuktikan oleh : Pertanyaan/ permintaan informasi, pernyataan kesalahan konsep.
Tidak tepat mengikuti instruksi/ terjadinya komplikasi yang dapat dicegah.
Hasil yangdihapkan/ kriteria Evaluasi-Pasien akan :
Menunjukkan pemahaman tentang kondisi/ prognosis, perawatan.
Mengembangkan rencana untuk perawatan diri, termasuk modifikasi gaya hidup yang konsisten dengan mobilitas dan atau pembatasan aktivitas.


Intervensi dan Rasional:
a. Tinjau proses penyakit, prognosis, dan harapan masa depan. (R/ Memberikan pengetahuan dimana pasien dapat membuat pilihan berdasarkan informasi)
b. Diskusikan kebiasaan pasien dalam penatalaksanaan proses sakit melalui diet,obat-obatan, dan program diet seimbang, l;atihan dan istirahat.(R/ Tujuan kontrol penyakit adalah untuk menekan inflamasi sendiri/ jaringan lain untuk mempertahankan fungsi sendi dan mencegah deformitas)
c. Bantu dalam merencanakan jadwal aktivitas terintegrasi yang realistis,istirahat, perawatan pribadi, pemberian obat-obatan, terapi fisik, dan manajemen stres. (R/ Memberikan struktur dan mengurangi ansietas pada waktu menangani proses penyakit kronis kompleks)
d. Tekankan pentingnya melanjutkan manajemen farmakoterapeutik. (R/ Keuntungan dari terapi obat-obatan tergantung pada ketepatan dosis)
e. Anjurkan mencerna obat-obatan dengan makanan, susu, atau antasida pada waktu tidur. (R/ Membatasi irigasi gaster, pengurangan nyeri pada HS akan meningkatkan tidur dan m,engurangi kekakuan di pagi hari)
f. Identifikasi efek samping obat-obatan yang merugikan, mis: tinitus, perdarahan gastrointestinal, dan ruam purpuruik. (R/ Memperpanjang dan memaksimalkan dosis aspirin dapat mengakibatkan takar lajak. Tinitus umumnya mengindikasikan kadar terapeutik darah yang tinggi)
g. Tekankan pentingnya membaca label produk dan mengurangi penggunaan obat-obat yang dijual bebas tanpa persetujuan dokter. (R/ Banyak produk mengandung salisilat tersembunyi yang dapat meningkatkan risiko takar layak obat/ efek samping yang berbahaya)
h. Tinjau pentingnya diet yang seimbang dengan makanan yang banyak mengandung vitamin, protein dan zat besi. (R/ Meningkatkan perasaan sehat umum dan perbaikan jaringan)
i. Dorong pasien obesitas untuk menurunkan berat badan dan berikan informasi penurunan berat badan sesuai kebutuhan. (R/ Pengurangan berat badan akan mengurangi tekanan pada sendi, terutama pinggul, lutut, pergelangan kaki, telapak kaki)
j. Berikan informasi mengenai alat bantu (R/ Mengurangi paksaan untuk menggunakan sendi dan memungkinkan individu untuk ikut serta secara lebih nyaman dalam aktivitas yang dibutuhkan)
k. Diskusikan tekinik menghemat energi, mis: duduk daripada berdiri untuk mempersiapkan makanan dan mandi (R/ Mencegah kepenatan, memberikan kemudahan perawatan diri, dan kemandirian)
l. Dorong mempertahankan posisi tubuh yang benar baik pada sat istirahat maupun pada waktu melakukan aktivitas, misalnya menjaga agar sendi tetap meregang , tidak fleksi, menggunakan bebat untuk periode yang ditentukan, menempatkan tangan dekat pada pusat tubuh selama menggunakan, dan bergeser daripada mengangkat benda jika memungkinkan. ( R: mekanika tubuh yang baik harus menjadi bagian dari gaya hidup pasien untuk mengurangi tekanan sendi dan nyeri ).
m. Tinjau perlunya inspeksi sering pada kulit dan perawatan kulit lainnya dibawah bebat, gips, alat penyokong. Tunjukkan pemberian bantalan yang tepat. ( R: mengurangi resiko iritasi/ kerusakan kulit )
n. Diskusikan pentingnya obat obatan lanjutan/ pemeriksaan laboratorium, mis: LED, Kadar salisilat, PT. ( R; Terapi obat obatan membutuhkan pengkajian/ perbaikan yang terus menerus untuk menjamin efek optimal dan mencegah takar lajak, efek samping yang berbahaya.
o. Berikan konseling seksual sesuai kebutuhan ( R: Informasi mengenai posisi-posisi yang berbeda dan tehnik atau pilihan lain untuk pemenuhan seksual mungkin dapat meningkatkan hubungan pribadi dan perasaan harga diri/ percaya diri.).
p. Identifikasi sumber-sumber komunitas, mis: yayasan arthritis ( bila ada). (R: bantuan/ dukungan dari oranmg lain untuk meningkatkan pemulihan maksimal).
Bibliography

Doenges E Marilynn. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. EGC: Jakarta

Smeltzer, Suzzanne C.2001.Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. .Jakarta: EGC.

Marilynn E. Doenges dkk. Rencana Asuhan Keperawatan edisi 3. Jakarta : EGC, 1999.

Mansjoer, Arif. Kapita Selekta Kedokteran edisi 3 jilik 2. Jakarta : Media Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2000.

Carpenito, Lynda Juall. Diagnosa Keperawatan. Jakarata : EGC, 1999.